Saya sudah mengetahui Pancasila sejak duduk di bangku kelas satu tingkat Sekolah Dasar. Pancasila selalu dibacakan pada saat upacara bendera yang rutin dilaksanakan setiap hari Senin pagi. Nah, kalian bisa bayangkan dong sudah begitu lamanya saya mengenal Pancasila yang merupakan dasar negara Indonesia tercinta ini. Sampai sekarang pun, jika ditanya, saya masih ingat urutan sila dan dapat menyebutkan dengan tepat bunyi tiap sila beserta lambangnya.
Lalu apakah saya
secara pribadi sudah mengamalkan nilai nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari?
BELUM. *suara
pelan, hampir tak terdengar.* MALU!
Yups, saya akui
masih banyak ucapan, perilaku, maupun pikiran sehari-hari yang kurang sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila itu sendiri. Tanpa disadari, saya cenderung menilai seseorang dari
penampilan luarnya saja. Misalnya, ketika melihat perempuan merokok, mikirnya ah
itu pasti cewek “nakal.” Ketemu orang tatoan, ih berandalan, saya pun jadi enggan untuk berteman dengan orang itu.
Ketemu orang memakai cadar, dalam hati berkata, wah itu teroris, and such. Padahal kan saya baru pertama kali bertemu dan belum
kenal dekat tetapi sudah mengambil kesimpulan negatif. Hmmm… jadi ingat ada
sebuah kata bijak yang mengatakan, don’t judge a book by its cover. Benar
banget tuh. Karena belum tentu orang yang tampilannya buruk di mata kita,
perilakunya juga buruk. Iya apa iya? Setuju kan dengan quote tersebut?
Daaan …
Saya pun akhirnya
mengalami pencerahan iya (((PENCERAHAN))) yang mengubah cara pandang saya yang salah. Beruntung sekali saya mendapat kesempatan istimewa
untuk ikut serta dalam acara Persamuhan Nasional 2019 “Bakti Bangsa” pada 26
Oktober sampai 30 Oktober 2019 yang lalu. Acara akbar yang diadakan di Anyer ini
digagas oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang pesertanya
merupakan ratusan orang pembakti kampung yang berasal dari Sabang sampai
Marauke.
Begini ceritanya
...
Suatu pagi, saya
dan beberapa teman sedang menuju resto untuk menyantap sarapan. Dari kejauhan
saya mendengar samar-samar suara orang bernyanyi diiringi petikan ukulele. Semakin
dekat, suara itu makin jelas terdengar. Kejadian tersebut cukup menarik
perhatian saya dan beberapa teman-teman lainnya. Wow banget, ada pengamen menghibur
tamu-tamu hotel yang sedang menikmati sarapannya.
“Kok bisa ya
pengamen masuk ke hotel?”, tanya saya dalam hati.
Seperti mengerti
apa yang sedang saya pikirkan, salah seorang teman spontan melontarkan
pertanyaan yang sama, “Kok bisa ya pengamen masuk ke hotel?”
Tapi nggak ada
yang menjawab sih. Termasuk saya. Dan karena sudah ditunggu oleh aneka minuman dan makanan yang siap disantap, kami pun segera menuju meja untuk memilih menu
sarapan sesuai selera. Ada susu, jus, kopi, teh, roti, kue, nasi kuning, mie, buah-buahan. Semuanya
berebut menarik perhatian kami untuk segera menyantapnya. Serbuuu… BHAHAHA.
Bagi sebagian besar
orang mungkin akan merasakan keheranan yang sama seperti apa yang kami alami
saat itu. Dan memang kejadian itu pertama kalinya saya melihat ada pengamen
masuk ke hotel untuk menghibur para tamu. Ketika kami sedang asik dengan
makanan masing-masing sambil sesekali mengecek ponsel. Siapa tahu ada chat dari
mantan keluarga di kampung halaman (sedikit melepas rindu boleh dong). Pengamen
yang terdiri dari 3 orang abege itu menghampiri meja kami dan membawakan sebuah
lagu, kalau tidak salah berjudul, Kemarin. Sebuah lagu yang sempat ramai
jadi perbincangan publik pasca bencana tsunami Banten beberapa waktu lalu.
Sukses untuk kalian bertiga |
Saya dan
teman-teman semeja mengajak ketiga pengamen tersebut mengobrol sebentar dan setelahnya
tak lupa kami request lagu. Hihihi. Mereka
bertiga bercerita kalau putus sekolah. Miris banget dengarnya. Padahal ketika
saya di usia seperti mereka saat ini, saya masih berada di sekolah mengenyam
pendidikan formal. Sedangkan mereka, justru berada di jalanan untuk mengais
rejeki demi menyambung hidup. Saya merasa bersyukur sekali bisa mendapat
pendidikan dengan baik hingga perguruan tinggi. Terima kasih Bapak dan Mama.
Dan kejutannya
tak sampai di situ saja. Selesai sarapan, kami menuju ballroom hotel karena sebentar lagi acara akan dimulai. Eng ing eng
… ternyata oh ternyata ketiga pengamen tersebut sengaja diundang oleh Ibu Irene
Camelyn Sinaga selaku Direktur Pembudayaan Pancasila. Direktorat yang bertugas
menanamkan nilai nilai Pancasila menjadi laku hidup. Meski memiliki jabatan
penting, namun tak sedikit pun beliau “memamerkan” kekuasaannya.
Aku salut padamu, Bu! |
Deg! Saat itu
saya rasanya tertampar. Betapa malunya saya yang orang “biasa” justru memberi
stigma negatif pada ketiga orang pengamen tersebut. Saya makin sadar, bahwa
Pancasila bukanlah hanya sekedar teori semata yang harus dihapalkan tanpa ada
sama sekali implementasinya dalam hidup keseharian saya. Hormat dan kagum saya kepadamu,
Bu!
Kawan, jika kau berkata, “ah, Pancasila itu
HANYA teori.”
Kau SALAH, kawan!
Itu artinya kau belum mengerti apa
sesungguhnya makna Pancasila.
Pancasila itu adalah laku hidup, laku lampah
kita.
Pancasila itu adalah perkataan kita.
Pancasila itu adalah perbuatan kita.
Pancasila itu adalah pikiran kita.
Apakah kau mau mengingkari ikrar Sumpah Pemuda
yang telah dikumandangkan sejak sembilan puluh satu tahun lalu?
Ingat kawan, Pancasila itu adalah bagaimana
kita memahami perasaan orang lain.
Pancasila itu ada ketika apa yang kita
katakan, apa yang kita lakukan, dan apa yang kita pikirkan tak melukai perasaan
orang lain
Mari kita gotong royong membangun Indonesia.
Salam Pancasila!
Membahas tentang
perbedaan, lagi lagi saya mendapat pelajaran hidup yang sungguh berharga.
Sehari sebelumnya, yaitu tanggal 28 Oktober, yang merupakan hari Sumpah Pemuda.
Seluruh peserta yang berasal dari Sabang hingga Marauke bersama sama
mengikrarkan kembali Sumpah Pemuda. Semua membaur menjadi satu tanpa memandang suku, agama, ras, dan antar
golongan. Satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa.
Satu untuk Indonesia |
"Pelangi itu indah justru karena warnanya yang beraneka ragam"
Pada Persamuhan
Nasional 2019 “Bakti Bangsa” turut juga hadir Butet Kartaredjasa. Seniman besar
tanah air menjadi salah satu narasumber. Pesan Butet Kartaredjasa, jangan kapok
menjadi Indonesia. Ya meski pada kenyataannya, di berbagai daerah saat ini masih
marak terjadi kasus intoleransi yang menambah deretan potret buram keberagaman
di Indonesia, jangan sampai kita ikut ikutan menghancurkan persatuan. Mari kita
bersama menjaga kesatuan bangsa. Caranya dengan melakukan kebaikan sesuai
potensi yang kita miliki. Tak perlu rendah diri walau berada di level terbawah.
Tak perlu malu tinggal di kampung. Karena perubahan besar akan terlihat, jika
dimulai dari perubahan-perubahan kecil. Yups, majunya Indonesia dimulai dari
majunya kampung.
Saya kagum dengan
apa yang telah dilakukan para pembakti kampung di daerah mereka masing masing.
Luar biasa perjuangan yang mereka lakukan untuk kemajuan bangsa ini. Mereka semangat
berkarya untuk Indonesia sesuai bidangnya masing-masing. Tak perlu berkoar koar menyuarakan Pancasila. Cukup melakukan tindakan nyata!
Perlu kita pahami bersama bahwa
perjuangan tak akan berhasil jika tanpa adanya nilai perjuangan dan pejuangnya
itu sendiri. Nilainya adalah Pancasila dan pejuangnya adalah saya dan kamu,
kita semua. Seluruh warga +62.
Saya mengutip kalimat bijak dari seorang tokoh dunia, John F Kennedy yang
mengatakan, “jangan tanyakan apa yang negara perbuat untukmu, tetapi
tanyakanlah apa yang dapat kamu perbuat untuk negara!”
Pssst … ada loh
contoh sederhana mengamalkan nilai nilai Pancasila yang bisa kita lakukan. Apa
itu? Jaga jarimu. SARING sebelum sharing! Jangan biarkan berita-berita bohong
merusak persatuan Indonesia. Say NO to hoax!
Inilah kita, Indonesia. Walau berbeda kita akan tetap bersatu menjaga Indonesia! |
Ini
#ceritaPancasila menurut saya. Nah, kalau menurut kalian gimana #ceritaPancasila itu?
SALAM PANCASILA!
~RP~
*untuk yang penasaran gimana lanjutan cerita keseruan acara Persamuhan Nasional 2019, tunggu postingan berikutnya ya!
*untuk yang penasaran gimana lanjutan cerita keseruan acara Persamuhan Nasional 2019, tunggu postingan berikutnya ya!
Aha tiga pengamen kemarin, semoga kehidupan mereka semakin membaik. Next even kita ngobrol-ngobrol ya mba, kemarin ga sempat banyak waktu bersua.
BalasHapusAsyik .... pengalaman yang luar biasa kan. Semoga kita bisa ketemu lagi di Persamuhan berikutnya. Salam dari Borneo.
BalasHapusSemoga nanti saya bisa bergabung
BalasHapusKalo Pancasila berdasarkan teks
BalasHapus1. Ketuhanan yang maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusawaratan perwakilan
5.Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Setelah menyimak cerita tentang Pancasila menurut mbak Roma, jadi sedikit bisa memahami seperti apa pengamalan Pancasila yang seharusnya dalam keseharian.
Hehe zaman sekolah mengenal penataran P4 untuk mengamalkan nilai-nilai pancasila. Skrg sdah gak ada even itu, mgkn dg persamuhan smcm ini lmyn membantu para pemuda mengamalkan nilai-nilai pancasila.
BalasHapusMbak Irene sangat membekas di memori terutama saat beliau melepas sepatunya lalu berjalan mondar-mandir sambil berkisah saat acara, aku padamu juga mbaaaak Irene XD
BalasHapusAku juga kaget pas liat adek-adek pengamen itu masuk.
BalasHapusPas mereka nyanyi, lha aku ikut terharu.
Keren betul! Sumpah keren betul!
Tulisan yang menginspirasi mbk. Semoga kita lebih bijak dalam memandang seseorang tidak lihat covernya. Walau di era merdeka belum sepenuhnya bisa berkontribusi untuk negeri, tapi paling tidak kita berempati mulai dari diri sendiri. Dan jaga persatuan no hoax
BalasHapusTulisannya menginspirasi banget. Ingat zaman dulu pengamalan Pancasila P4 dan menghafal itu di luar kepala, sekarang memang tidak ada lagi kewajiban untuk menghafal Pancasila dan butir-butirnya, tapi memang perlu diajarkan penerapannya sehari-hari sejak dini
BalasHapusSetuju banget mbak, bahwa kita nggak bisa melihat seseorang dari tampilan luarnya. Semoga nilai-nilai pancasila bisa kita terapkan terus dalam berbagai aspek kehidupan. Terimakasih buat tulisan inspiratifnya mbak
BalasHapussemoga nilai nilai pancasila tetap kita tanam dalam keseharian kita
BalasHapus