“Ngga
nyangka gue. Kita bisa ketemu lagi,” ujar Lina pada Winda, sahabatnya.
“Iya.
Gue seneng banget,” seru Winda tak kalah senang.
Sore
itu, di tengah derasnya hujan yang membasahi kota Karang, Lina memilih untuk
berteduh di sebuah kafe. Tak disangka, ia bertemu dengan seseorang yang selama
ini amat dirindukannya. Perjumpaan yang tak terduga. Mengharukan. Akhirnya,
setelah sekian tahun berpisah, sang waktu pula yang mempertemukan kembali kedua
sahabat itu. Mereka larut dalam pelukan hangat.
Obrolan
mengalir deras. Banyak cerita yang terlewatkan. Terakhir mereka bertemu saat
acara perpisahan SMA beberapa tahun lalu.
“Lu,
inget ngga kejadian ketika gue dihukum pak Slamet karena saat beliau
menjelaskan rumus matematika yang ruwet, gue justru asyik nulis puisi untuk
nembak Doni?” tanya Lina.
“Masih
dong. Berani bener lu. Pasang muka bloon pula. Ngga ngerasa bersalah gitu.
Salut gue.”
Lina
dan Winda tertawa bersamaan. Kenangan masa indah SMA berputar di kepala mereka
masing-masing. Kedua sahabat itu seakan sedang berjalan dalam lorong waktu.
“Eh,
gimana kabar Dimas, ya?” Si kutu buku culun super norak. Kasian banget wanita
yang jadi istrinya. Itu juga kalau ada yang mau sama dia. Atau si wanitanya
emang ngga punya pilihan lagi. Alias ngga laku,” ujar Lina dengan tertawa
lepas.
Winda
yang duduk tepat di depan Lina hanya diam saja. Ada perubahan air mukanya. Namun
Lina tidak menyadari itu. Ia masih tertawa terpingkal.
“Kok
lu diem aja, Win? Apa ucapan gue ada yang salah, ya?” tanya Lina bingung.
“Gue
wanita yang lagi lu bicarain,” jawab Winda datar. Wajahnya terlihat muram.
“Maksud
lu?”
“Iya.
Gue istri Dimas. Si kutu buku culun super norak itu.”
“
… “
- The end -
Salam
Fiksi,
~RP~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terima kasih untuk beringan hati memberikan komentar :)