Home sweet home.
Apa yang terlintas dalam benak kamu saat mendengar kata ini? Rumahku istanaku. Ungkapan
tersebut menggambarkan bahwa tidak ada tempat yang paling bahagia dan nyaman
selain rumah.
Bahagia. Setiap orang menginginkan
kebahagiaan. Tua muda, miskin kaya. Tetapi mampukah kita mendefinisikannya
dengan tepat? Tidak. Karena setiap orang mempunyai cara berbeda-beda dalam
memaknainya. Bahagia menurut saya belum tentu membahagiakan menurut kamu.
Begitu pula sebaliknya.
Rumah. Apa arti sesungguhnya? Apakah hanya sebagai tempat berteduh dari panas dan hujan? Sebuah bangunan kokoh nan indah? Sama seperti bahagia. Tak seorang pun mampu memberikan jawaban yang tepat untuk arti dari rumah. Setiap orang memaknainya berbeda-beda. Tetapi hakekatnya, rumah tidak terbatas pada bentuk fisik sebuah bangunan. Namun bagaimana para penghuni rumah tersebut bisa saling berinteraksi dan berbagi kasih sayang satu dengan yang lainnya. Suami dan istri, orang tua dan anak, kakak dan adik. Terciptanya rasa nyaman dalam diri masing-masing anggota keluarga dalam rumah tersebut.
RUMAH BAGI SAYA
Sekian lama saya mencari apa artinya rumah
yang sesungguhnya. Sejak kecil, di usia 7 tahun, saya sudah merantau ke kota.
Tinggal bersama tante. Hidup berjauhan dengan orang tua demi mendapatkan
pendidikan yang layak. Sejak itu, hidup saya mulai berpindah dari rumah satu ke
rumah lain.
Setelah lulus SMA, saya harus berpisah
lebih jauh dengan orang tua. Hijrah ke Salatiga, Jawa Tengah. Menempati “rumah
baru” dan hidup mandiri sebagai anak kos selama empat tahun. Lalu setelah lulus
kuliah, dengan menyandang gelar sarjana, saya memberanikan diri ke ibu kota. Di
sana, saya tinggal bersama salah seorang kerabat ayah, adik perempuan kakek.
Saya memanggilnya nenek. Saya harus menyesuaikan diri dengan “rumah baru” itu dan
ternyata hanya bertahan dua tahun. Tidak cukup kuat menghadapi kerasnya
kehidupan ibu kota. Saya kemudian hijrah ke Siantar, Sumatera Utara. Tinggal bersama
kakak kandung saya. Dan saya harus menyesuaikan diri (lagi) dengan “rumah
baru”.
Di tahun 2010, karena ada sesuatu yang
terjadi dalam keluarga, akhirnya saya kembali ke rumah, rumah orang tua saya. Saya
kembali ke rumah setelah 19 tahun berjalan dari rumah satu ke rumah lainnya. Apakah
saya sudah menemukan definisi rumah? Belum. Justru saya mengalami kesulitan
untuk beradaptasi. Ada rasa canggung saat berinteraksi dengan ayah dan ibu.
Mungkin hal itu terjadi karena sudah begitu lama kami tidak saling berinteraksi
seperti anak-anak pada umumnya. Apalagi saat saya kembali ke rumah, usia saya
termasuk usia yang seharusnya sudah hidup mandiri. Usia matang untuk membangun
keluarga sendiri.
Tak jarang terjadi perbedaan pendapat
antara saya dan orang tua yang membuat suasana di rumah semakin kurang nyaman. Jika
keadaannya seperti ini, sampai kapan pun, saya tidak akan menemukan rumah. Maka
saya memutuskan untuk “membangun” rumah sendiri. Membangun bahagia saya
sendiri. Sebab bahagia itu bukan di mana dan dengan siapa kita melewatinya.
Tapi bagaimana kita mensyukuri apa yang dimiliki.
Saya pun belajar untuk “berdamai” dengan
ayah dan ibu. Sebisa mungkin saya menghindari hal-hal sekecil apa pun yang bisa
menimbulkan perdebatan. Saya bersyukur, Tuhan masih memberi kesempatan kepada
saya untuk tinggal bersama orang tua. Karena suatu hari kelak, saya harus
meninggalkan mereka untuk menapaki tangga pernikahan. Dan tinggal bersama
lelaki yang akan saya panggil suami. Aseeek!
Bahagia di rumah adalah…
Ketika saya bisa membangun impian. Sejak
kecil, saya mempunyai mimpi menjadi penulis. Di sini, saya mampu mewujudkan
impian saya menjadi penulis. Ketika suasana hati sedang tidak nyaman, menulis
menjadi pelarian saya. Dan kini mimpi masa kecil itu, telah saya wujudkan. Saya
berhasil menerbitkan karya pertama saya, berupa buku motivasi. Satu lagi impian
yang belum terwujud. Menjadi motivator. Saya sedang mempelajarinya. Semoga
semesta mendengar. Sehingga impian itu bisa segera diwujudkan. Amin.
Apapun yang terjadi, saya berhak merasakan
bahagia. Iya, saya bahagia di rumah ini, tempat saya membangun mimpi.
Salam Bahagia,
~RP~
belum punya bukunya kak Roma hiks hiks
BalasHapusAyo dibeli bukunya, mbak ^^ #promosi
HapusHihihihi...
Moga impiannya sgera terwujud ya. Bagiku, rumah adalah muara kasih sayang #eaaa
BalasHapusSemoga impiannya jadi motiavator lekas terwujud ya mbak, nih aku amiinin biar makin cepat terkabul. Rumah buat aku sih suatu tempat dimana orang yang aku sayang berkumpul semua, hihi.
BalasHapus