Hari Rabu
yang lalu, setelah selesai mengajar bimbel. Salah satu orang tua murid
mendatangi saya (sebut saja Adit).
“Kak,
anak saya sudah selesai belajarnya?”
“Sudah.
Bahkan anak bapak sudah pulang 15 menit yang lalu,” ujar saya.
Kebetulan
antara tempat bimbel dan rumah Adit hanya berjarak sekitar 500 m. Jadi ngga
mungkin sampai memakan waktu 15 menit. Apalagi Adit mengendarai sepeda. Ayah
Adit kemudian berpamitan. Mau mencari Adit.
Pagi
ini, ada jadwal bimbel Adit. Ada sedikit yang berbeda. Adit diantar ayahnya. Saya
bertanya-tanya. Ada apa? Karena sebelumnya, Adit selalu mengendarai sepedanya. Saya
penasaran.
“Adit
kok dianter? Ngga biasanya,” tanya saya.
“Ayah
marah karena saya pulang bimbel langsung main ke rumah teman. Ngga pamit dulu. Jadi
sekarang kalau mau bimbel diantar jemput ayah,” jawab Adit malu.
“Lain
kali, kalau mau main harus pamit dulu. Tidak baik membuat membuat orang tua khawatir.
Dan akibatnya rasa percaya orang tua sama Adit jadi berkurang, deh,” kata saya
dengan tersenyum. Agar ngga terkesan menghakimi. Sepertinya Adit cukup
menyesali kesalahannya.
Dari cerita
di atas, kita dapat satu pembelajaran penting. Betapa berharganya sebuah
kepercayaan. Terutama kepercayaan yang orang tua berikan kepada anak-anaknya. Betapa
kecewa orang tua saat mengetahui anak ngga menuruti nasehatnya. Setiap orang
tua tentu menginginkan yang terbaik bagi anak-anaknya. Orang tua ingin
anak-anaknya tumbuh menjadi pribadi berkualitas. Saat melakukan kesalahan, rasa
percaya orang tua kepada anak pun berkurang. Dan cukup sulit untuk mengambilkan
kepercayaan itu. Yang tadinya mempunyai “kebebasan” kini mau kemana-mana harus dianter
jemput. Ngga enak, ya.
Begitu
juga saat kita berhubungan orang yang berada di lingkaran hidup kita. Pasangan,
sahabat, pimpinan, rekan kerja, klien, tetangga dan siapa pun itu. Kita
harusnya bisa menjaga kepercayaan yang telah diberikan. Sebisa mungkin tidak
mengecewakan. Ingat, sulit untuk mengembalikan rasa percaya itu. Mungkin untuk
sebagian orang, hal tersebut ngga terlalu penting. Perlu diketahui, bahwa apa
yang kita lakukan, itulah cerminan diri. Kita akan dinilai sebagai orang yang
ngga bertanggung jawab.
Gimana
mau mendapat promosi jabatan, pimpinan sudah ngga respect lagi dengan kita. Tiba-tiba sahabat meninggalkan kita. Usut
punya usut ternyata karena kita keceplosan menceritakan rahasia sahabat kepada
orang lain. Sudah berusaha mengeluarkan berbagai macam jurus untuk merayu
klien, tetapi ngga deal juga. Alasannya
karena klien sudah ilfeel. Beberapa kali
janjian ketemuan, tetapi ngga pernah tepat waktu. Ups.
Jangan
sampai hal tersebut terjadi pada diri kita. Yuks, jaga sebaik mungkin
kepercayaan itu. Perilaku mencerminkan pribadi seseorang. Pribadi seperti apakah
kita?
Yippee!!!
rOMa Pakpahan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terima kasih untuk beringan hati memberikan komentar :)