Di usia yang hampir menginjak 30 tahun, Dini masih
memilih untuk tetap sendiri. Be single lady. Tak ada yang kurang dari dirinya. Paras cantik.
Karir bagus. Bukan tidak ada pria yang tertarik padanya. Tetapi Dini yang belum
siap untuk menikah.
“Mau sampai kapan kamu akan seperti ini?” tanya Eli
suatu ketika.
“…”
“Ingat umur, Din.”
“…”
Percakapan pun berhenti sampai di situ. Tak pernah
ada akhirnya. Menggantung. Dini sadar Eli tidak bermaksud memojokkannya.
Justru sebaliknya. Eli menyayanginya.
Eli, sahabatnya sudah menyandang gelar nyonya sejak
empat tahun lalu. Pernikahan Eli dan Tomi bahagia. Mereka telah dikarunia
seorang putri kecil yang menyempurnakan kebahagiaan keluarga kecil itu. Eli
selalu bercerita hari-hari indah menjalani perannya sebagai istri dan ibu.
Terselip rasa sedih saat menyaksikan Eli menimang putrinya. Hati kecil Dini
terusik.
Hari-hari Dini berjalan seperti biasa. Tak ada yang
istimewa. Dini larut dalam pekerjaan kantor yang tidak ada hentinya. Tumpukan laporan lah tempat pelariannya dari pertanyaan-pertanyaan seputar pasangan
hidup. Dini sengaja menyibukkan diri. Tidak hanya sekali Dini mendengar
suara-suara sumbang yang ditujukan pada dirinya. Dini tak peduli.
Siang itu, Dini sedang menikmati makan siang. Seorang
diri. Ponselnya berdering.
“Selamat siang, bu manager,” terdengar suara di
seberang sana. Suara yang tidak asing lagi di telinga Dini. Suara renyah itu
milik Arya. Mereka terlibat dalam obrolan yang menyenangkan. Dini belajar membuka
hatinya bagi Arya. Laki-laki yang entah sudah berapa kali mengutarakan isi hatinya.
Dan entah sudah berapa kali pula Dini menolak. Sepertinya Arya bukanlah tipe
laki-laki yang mudah menyerah. Perjuangan Arya begitu luar biasa untuk
memenangkan hati Dini. Beberapa bulan kemudian, akhirnya Dini melunakkan
egonya. Ia pun menerima cinta Arya. Dan mereka resmi berpacaran. Semua senang
mendengar kabar bahagia itu. Termasuk Eli.
Malam itu, kencan pertama Dini. Arya telah menyiapkan
makan malam super romantis.
“Makasih Arya. Aku senang banget. Kamu memperlakukanku
layaknya seorang putri. So sweet.” Mata
Dini berbinar.
“Kamu pantas mendapatkannya. Aku sayang kamu. Aku berjanji
akan selalu membahagiakan kamu.” Arya melingkarkan cincin bertatah berlian di
jari Dini. Terpancar kebahagiaan di wajah Dini. Sepertinya ia siap untuk
melepas masa lajangnya.
Di kamar, Dini masih belum bisa memejamkan mata. Hatinya
terlalu bahagia. Dini mengamati cincin pemberian Arya. Dini terperanjat melihat
inisial yang terukir di cincin itu. MR. Sedangkan insial namanya DK.
Yippee!!!
rOMa Pakpahan
jiahh cincinnya bekas mantan hehehe
BalasHapusKayaknya sih gitu deh ^_^
Hapus