Pria tua itu muncul lagi di warung mbok Minah. Duduk
di tempat yang sama, meja dan kursi di sudut warteg. Seorang pria berusia
sekitar enam puluh lima tahun, dengan rambut berhias uban. Pria tua itu betah
duduk berlama-lama sambil menikmati secangkir teh hangat di warteg mbok Minah. Teh
racikan warisan kakek mbok Minah ini, tiada tandingannya di kampung Jati Mulyo.
Rasanya khas.
Mbok Minah memiliki banyak pelanggan setia. Tapi pria
tua itu, sedikit berbeda. Jarang berbicara. Lebih banyak berdiam diri, memandangi
sebuah foto, sambil sesekali menyeruput teh. Terdorong rasa penasaran, suatu
kali mbok Minah menanyakan perihal foto tersebut. Tapi sayang, pria tua itu
hanya tersenyum. Sejak saat itu, mbok Minah menyimpan dalam-dalam rasa
penasarannya. Sepertinya si pria tua tidak ingin ada orang yang mengusik
kehidupan pribadinya.
Waktu terus
berputar.
Pria itu tetap setia datang untuk menikmati teh ala warteg
mbok Minah. Namun hari ini, seperti ada yang kurang pas. Sang penunjuk waktu
sudah berdentang sebanyak dua belas kali. Pria tua itu belum juga muncul.
Biasanya ia datang pukul sepuluh. Lalu pulang pukul dua belas, setelah makan
siang.
Kemarin, saat sedang membersihkan warung, tak sengaja
mbok Minah menemukan selembar foto lusuh. Warnanya mulai kekuningan. Foto
sepasang pengantin yang tampak bahagia. Sepertinya milik si pria tua. Mbok
Minah menyimpan dan bermaksud untuk memberikannya kepada si empunya. Keesokan
harinya, kursi favorit pak tua itu tetap kosong. Setiap hari mbok Minah
menunggu kedatangan pak tua itu. Tiga hari berlalu, si pak tua belum juga
muncul.
Hingga pagi itu datang sepasang suami istri. Dari
penampilannya, tampak berasal dari kota. Mereka memesan teh dan beberapa kue
jajanan pasar. Tak lama kemudian mereka larut dalam obrolan. “Pa, coba lihat.
Ada foto ayah dan ibu. Kok bisa ada di sini, ya?” tanya sang istri penasaran.
Untuk mendapatkan jawaban, sang suami menghampiri mbok Minah yang sedang duduk
di belakang meja kasir.
“Maaf, kalau boleh tahu. Ibu mengenal ayah dan ibu
saya?” tanya sang suami sambil menunjuk foto yang terselip di dinding warteg
yang terdiri dari susunan kayu.
“Saya tidak begitu kenal. Tetapi pria pemilik foto
ini, pelanggan setia teh di warteg ini.” Mbok Minah menyerahkan foto tersebut.
“Oh. Pria itu ayah saya. Dan ini foto pernikahan ayah
dan ibu. Mereka berasal dari kampung ini. Tetapi sejak ibu meninggal, beberapa
tahun lalu. Ayah tinggal bersama kami di kota. Menurut cerita ayah, saat masih
muda, ayah dan ibu sering berkunjung ke warteg ini. Sekedar mengobrol sambil
minum teh. Saya dan istri penasaran. Kami memutuskan untuk mampir ke warteg
ini, sebelum kembali ke kota setelah mengikuti acara peringatan empat puluh
hari ayah meninggal. Ternyata benar kata ayah, teh di warteg ini sangat enak.”
Mbok Minah tidak terlalu memperhatikan lagi kalimat terakhir
yang dikatakan oleh lelaki yang berada di hadapannya. Ia sangat terkejut
mendengarnya. “Lalu siapa pria tua yang beberapa waktu lalu sering datang
memesan secangkir teh?” gumam mbok Minah merinding.
Yippee!!!
rOMa Pakpahan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terima kasih untuk beringan hati memberikan komentar :)