Kelas sepi. Murid-murid kelas 3 SD
Sejahtera IV sudah pulang. Tania tinggal sendirian saja di kelas itu.
Besok libur sekolah di mulai. Namun
Tania tampak lesu. Tak ada kegembiraan sedikit pun di wajahnya. teman-temanya
telah mempunyai rencana berlibur dengan orang tua mereka. Marta diajak orang
tua untuk menghabiskan liburan ke Disneyland Hongkong. Wawan, ke Bandung
mengunjungi neneknya. Santi, ke Bali. Ratna, menghabiskan liburan ke rumah
pamannya di Medan. Wah, sahabat-sahabat Tania sudah punya rencana liburan yang
menyenangkan. Sedangkan dirinya hanya di rumah saja selama satu minggu. Pekerjaan
papa Tania, sebagai seorang dokter bedah, membuatnya sulit untuk mengambil cuti.
Sehingga jarang ada waktu untuk menemani putri kecilnya berlibur. Tak jauh
berbeda dengan mama Tania, seorang pengusaha tapis – kerajinan khas Lampung - , membuatnya selalu sibuk. Terkadang tidak
memiliki waktu untuk mendampingi Tania, bidadari kecilnya. Waktunya lebih
banyak dihabiskan di kantor.
Tania berharap bisa merasakan liburan
dengan papa dan mama seperti sahabat-sahabatnya. Tania berjalan pulang dengan langkah
gontai dan wajah cemberut. Sekolah Tania berdekatan dengan rumah, sehingga bisa
ditempuh dengan berjalan kaki saja. Papa Tania ingin membiasakan putri kecilnya
menjadi seorang anak yang mandiri. Meskipun kehidupan mereka serba
berkecukupan. Tania tidak dimanjakan dengan kemewahan.
Sesampai di rumah, Tania disambut oleh
mbok Iyem. Asisten rumah tangga yang telah bekerja pada keluarga Tania sejak ia
berusia tiga tahun. Mbok Iyem yang selalu menemani Tania di rumah sampai orang
tuanya pulang kerja. Mbok Iyem selalu sabar menghadapi Tania yang terkadang
timbul sifat manjanya. Namun tak pernah sedikit pun mbok Iyem mengeluh menghadapi
tingkah laku majikan kecilnya tersebut. Mbok Iyem mengurus Tania seperti
putrinya sendiri. Mbok Iyem teringat dengan anak dan suaminya yang meninggal
beberapa tahun yang lalu karena kecelakaan. Sejak itu, mbok Iyem hidup sebatang
kara. Beruntung, wanita setengah baya itu bertemu dengan keluarga kaya yang
baik hati. Mereka memperlakukan mbok Iyem layaknya bagian dari keluarga
tersebut.
“Mbooook !!!” terdengar teriakan Tania
yang membuyarkan lamunan mbok Iyem.
“Ada apa,non? “ jawab mbok Iyem dengan
tergopoh-gopoh menghampiri Tania yang terlihat sedang kesal. Nampak dari raut
wajahnya yang muram.
“Tania lapar, mbok!” Jawab Tania
singkat.
Dengan sigap mbok Iyem menyiapkan makan
siang.
“Silakan makan,non.”
Tania makan masih dengan wajah cemberut.
Mbok Iyem yakin majikan kecilnya itu sedang menghadapi masalah.
“Non, lagi kesal ya? Mbok perhatikan
dari tadi cemberut aja” ujar mbok Iyem berusaha mencari tahu apa yang membuat
Tania kesal.
Tania tidak menjawab pertanyaan
tersebut. Mbok Iyem pun terdiam. Ia tahu Tania sedang kesal dan belum mau
bercerita. Tidak ada guna memaksa Tania untuk bercerita. Hal tersebut justru akan
membuatnya semakin kesal. “Nanti juga cerita sendiri” gumam mbok Iyem dalam
hati. Sudah menjadi kebiasaan Tania, kalau sedang kesal, akan diam seribu
bahasa. Namun jika sudah berkurang rasa kesalnya, ia pun akan bercerita kepada
mbok Iyem. Mbok Iyem akan mendengarkan dengan baik dan berusaha menenangkan
hati Tania. Tania sangat menyayangi mbok Iyem. Mbok Iyem adalah sahabat
terbaiknya.
Tania meninggalkan meja makan dengan
langkah malas. Tania beranjak ke kamar. Hatinya masih kesal. Selain mbok Iyem,
Tania memiliki satu lagi sahabat terbaik. Tempat Tania menumpahkan perasaan
senang, sedih maupun jengkel. Pinky,
sebuah buku harian berwarna merah muda. Kado ulang tahun dari mama.
Pinky,
“Hari
ini aku sedang kesal. Aku iri dengan teman-teman di sekolah. Di sela-sela
kesibukannya, orang tua mereka masih menyempatkan waktu untuk berlibur bersama.
Sedangkan aku? Setiap libur tiba, selalu saja di rumah. Papa dan mama sibuk!
Aku ingin sesekali bisa menikmati liburan dengan papa dan mama walau hanya
sebentar saja.”
Tania mengakhiri tulisannya. Air mata
tak terbendung di pelupuk matanya. Buliran air hangat mengalir di pipi mungil
Tania. Hatinya sedih sekali. Tak lama kemudian Tania tertidur karena kelelahan
menangis.
Tania masih tertidur saat, mamanya
pulang. Mbok Iyem telah menceritakan sikap aneh Tania sejak pulang sekolah
siang tadi.
“Tok … tok … tok …” mama mengetuk pintu
kamar Tania.
Tak ada sahutan dari dalam kamar. Mama
pun mencoba membuka pintu, ternyata tidak terkunci. Mama melangkah pelan
memasuki kamar Tania. Suasana hening. Mama terkejut mendapati putri kecilnya
tertidur dengan kepala tertelungkup di atas meja belajar. Lembaran buku harian
Tania masih terbuka. Mama meraih buku harian tersebut dengan hati-hati agar
tidak membangunkan Tania.
Ada sorot kesedihan di wajah mama
setelah membaca buku harian Tania. Mama tersadar bahwa selama ini terlalu sibuk
dengan pekerjaannya. Sehingga tidak punya waktu yang cukup untuk berkumpul
bersama Tania. Mama meletakkan kembali buku harian tersebut.
“Tania sayang, bangun nak” mama
membangunkan Tania dengan lembut.
“Mama udah pulang?” ujar Tania dengan
wajah ceria. Tidak terlihat kalau baru saja ia terbangun dari tidurnya yang
lelap.
Malam itu, papa Tania pulang kerja lebih
cepat dari biasanya. Sehingga mereka bisa makan malam bersama. Ketiga anggota
tersebut menikmati makan malam sambil berbincang santai. Tania sangat
merindukan saat-saat seperti ini. Tampak raut sukacita di wajah cantik Tania. Setelah
selesai makan makan. Tak di duga, papa mengajak Tania untuk berlibur ke pulau
Belitung. Sudah lama Tania ingin mengunjungi tempat wisata tersebut. Tania
sangat menyukai pantai. Sungguh seru rasanya bisa menyapa dan bermain dengan
bintang laut.
“Bener pa? Kita mau liburan?” tanya
Tania dengan sedikit ragu bercampur senang.
“Iya, nak” jawab papa mantap, berusaha
menyakinkan Tania.
“HOREEE … “ teriak Tania ceria. Gadis
kecil tersebut merasa gembira. Sudah terbayangkan liburan tersebut akan terasa
menyenangkan.
“Kita akan berangkat hari Selasa.
Setelah papa menyelesaikan pekerjaan papa di rumah sakit ya” kata papa.
“Oke,pa” jawab Tania dengan nada riang.
Malam itu, Tania tertidur dengan sangat
pulas dan bermimpi tentang liburannya.
Keesokan hari, Tania mulai sibuk
menyiapkan perlengkapan yang akan dibawa. Tak ketinggalan kamera saku. Tania
tidak mau melewatkan momen indah. Tak sabar rasanya menunggu datangnya hari Selasa.
Wajah muram Tania berubah menjadi wajah gembira. Mbok Iyem senang melihat
keceriaan Tania.
Selasa pagi …
Hari yang telah dinantikan Tania pun
tiba. Hari ini mereka akan berangkat. Papa telah memesan tiket pesawat.
Dijadwalkan mereka akan berangkat pukul 10.00 WIB dari bandara Radin Intan II.
Sebelum berangkat, mama mengecek kembali
barang-barang yang akan diperlukan pada saat berlibur nanti. Mbok Iyem membantu
mang Udin menaikkan tas bagasi mobil. Tak henti-hentinya, Tania bersenandung
riang. Mama tersenyum melihat tingkah lucu putri kecilnya tersebut. Mobil pun
melaju menuju bandara.
Dalam perjalanan, telepon genggam papa berdering.
Sayup-sayup terdengar percakapan papa dengan seseorang di seberang sana.
Sepertinya dari rumah sakit. Raut wajah papa berubah menjadi tegang. Tania
menangkap sesuatu kesan yang tidak baik.
Papa mengakhiri percakapan di telepon.
“Papa minta maaf tidak bisa ikut, nak.
Baru saja papa menerima kabar ada pasien yang harus dioperasi. Kondisinya
sedang kritis. Mungkin lain kali kita bisa mengatur kembali jadwal liburannya”
kata papa dengan penuh penyesalan.
Tania hanya tertunduk sedih. Namun
sebagai seorang dokter mewajibkan papa untuk membantu menyelamatkan nyawa
pasien-pasiennya.
Mang Udin, memutar arah. Mengantarkan papa
terlebih dahulu ke rumah sakit, tempat papa bekerja.
Sebelum turun dari mobil, sekali lagi
papa meminta maaf sambil mengecup kening lalu memeluk putri kesayangannya
tersebut. Setelah berpamitan dengan papa, akhirnya Tania dan mama melanjutkan
perjalanan menuju bandara.
Tania menghabiskan sisa libur bersama
mama di pantai sambil menikmati hangatnya mentari. Tak terasa waktu berlibur
sudah selesai. Tania harus kembali ke sekolah. Banyak kenangan indah di Pulau
Belitung. Namun sebenarnya kurang lengkap karena ketidakhadiran papa.
Senin pagi …
Kelas Tania sudah ramai dengan suara
riuh penghuni kelas tersebut. Mereka saling berebut untuk menceritakan
pengalaman liburan masing-masing. Namun di sudut ruangan, terdapat satu wajah
suram. Marta tampak sedih. Tania menghampiri sahabatnya tersebut. Tania baru
tahu, kalau Marta tidak jadi berangkat berlibur ke Disneyland. Karena tiba-tiba
saja, kakek Marta mengalami sakit yang membuatnya harus di operasi.
“Nyaris saja nyawa kakek tidak
tertolong. Untung saja ada dokter baik hati yang mau mengorbankan waktu cutinya
untuk tetap bekerja” cerita Marta.
Tania tiba-tiba teringat dengan kejadian
beberapa hari yang lalu. Hampir sama dengan kejadian yang dialami oleh papanya.
“Dokter Handoko nama dokter tersebut”
Marta melanjutkan ceritanya dengan penuh haru.
“Dokter Handoko?” tanya Tania.
“Iya. Keluarga kami sangat berterima
kasih telah dibantu” lanjut Marta.
Marta tak perlu tahu siapa sebenarnya
dokter Handoko. Namun yang pasti saat
ini dalam hati Tania terselip rasa bangga yang luar biasa karena telah memiliki
papa yang hebat. Andai saja waktu itu
papa memutuskan untuk tetap berangkat liburan. Tania tak sanggup membayangkan
bagaimana kesedihan keluarga Marta yang berduka atas kepergian kakeknya.
“Terima kasih Tuhan atas pemberianMu,
papa dan mama yang luar biasa” bisik Tania mengucap syukur.
Yippee!!!
rOMa Pakpahan
Yippee!!!
rOMa Pakpahan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terima kasih untuk beringan hati memberikan komentar :)